Apabila ada para pihak yang membuat suatu kontrak, di mana para pihak sama-sama WNI. Namun, para pihak menggunakan Bahasa Inggris dalam kontrak yang disepakati, dan dalam klausula kontrak tersebut, para pihak sepakat akan menggunakan Badan Arbitrase di luar wilayah Indonesia apabila terjadi sengketa. Apakah hal tersebut memiliki dasar hukum yang dapat mempertegas kesepakatan dalam penggunaan bahasa tersebut? Mohon penjelasannya.
Jawaban :
Berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338
KUHPer, para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi
dan bagaimanapun bentuknya:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Akan
tetapi, yang perlu kita ingat bahwa asas kebebasan berkontrak tersebut tetap
tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam KUHPer. Syarat
sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 – pasal 1337 KUHPer, yaitu:
1.
Kesepakatan para pihak.
Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak
mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara
para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan
diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam.
Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan (dwaling, mistake),
paksaan (dwang, dures), dan penipuan (bedrog, fraud).
Secara a contrario, berdasarkan pasal 1321 KUHPer, perjanjian
menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur
kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
2.
Kecakapan para pihak.
Menurut pasal 1329 KUHPer, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat
perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.
3.
Mengenai suatu hal tertentu.
Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua
belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
ditentukan jenisnya. Menurut pasal 1333 KUHPer, objek perjanjian
tersebut harus mencakup pokok barang tertentu yang sekurang-kurangnya dapat
ditentukan jenisnya. Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa objek
perjanjian adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.
4. Sebab yang halal. Sebab yang halal adalah
isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh
para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Hal ini diatur dalam pasal
1337 KUHPer.
Dari
butir no. 4, dapat kita lihat bahwa suatu perjanjian tidak boleh melanggar
undang-undang. Selanjutnya, bila kita lihat pada pasal 31 ayat (1) UU No. 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan
(“UU 24/2009”), kita temui kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam
kontrak:
“Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.”
Jadi, untuk kontrak yang para pihaknya
merupakan WNI, wajib untuk menggunakan Bahasa Indonesia.
Hal
demikian juga ditegaskan oleh Marianna
Sutadi, mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung RI.
Menurutnya, ketentuan pasal 31 ayat (1) UU 24/2009 tidak hanya berlaku
terhadap perjanjian antarnegara tetapi juga antarlembaga swasta Indonesia atau
perseorangan WNI. Hal demikian dia sampaikan dalam
Seminar Hukumonline 2009 yang bertajuk “Pembatalan Kontrak Berbahasa
Asing” pada 16 Desember 2009.
Begitu
pula dinyatakan oleh Rosa
Agustina, Guru Besar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Menurutnya, pasal 31 ayat (1) UU 24/2009 tidak bertentangan dengan
asas kebebasan berkontrak yang berlaku di hukum perdata. Rosa menjelaskan asas
kebebasan berkontrak tetap memiliki batasan, salah satunya undang-undang (lihat
pasal 1337 KUHPer). Dia juga memandang rumusan pasal tersebut dapat
meminimalisir selisih paham mengenai penafsiran serta istilah-istilah dalam
perjanjian.
Tidak
dipenuhinya ketentuan pasal 31 ayat (1) UU 24/2009, bisa menjadi alasan bagi
salah satu pihak untuk menuntut kebatalan demi hukum perjanjian yang tidak
menggunakan Bahasa Indonesia tersebut. Alasannya, kontrak tidak memenuhi unsur
‘sebab atau kausa yang halal’ sebagaimana disyaratkan pasal 1320 jo pasal 1337
KUHPer.
Sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4c3d1e98bb1bc/hukum-perjanjian
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar